Ojol Demo Lagi ?! Aksi Demo Ojol September 2025

aksi demo ojol | Tasman-series.com
Hari Selasa, 17 September 2025, Jakarta terasa berbeda. Jalanan yang biasanya sudah macet sejak pukul 09.00 pagi kali ini dipenuhi konvoi ribuan pengemudi ojek online. Dengan jaket hijau, helm, dan atribut spanduk, mereka bergerak menuju beberapa titik penting: Gedung DPR RI, Kementerian Perhubungan, hingga Istana Negara.
Aksi ini bukan pertama kalinya dilakukan, tapi kali ini terasa lebih serius. Ada latar belakang panjang yang membuat massa begitu solid: persoalan tarif, potongan aplikasi, dan tragedi yang menimpa rekan sesama driver.
Kenapa Driver Turun ke Jalan Lagi
Sejak kemunculannya, ojek online atau “ojol” jadi bagian penting dari kehidupan masyarakat kota. Namun, di balik kenyamanan yang dirasakan penumpang, ada masalah besar yang terus dipikul para driver.
Biaya operasional makin tinggi: bensin, perawatan motor, cicilan HP, kuota internet, belum lagi kebutuhan sehari-hari keluarga. Sementara itu, potongan dari aplikasi semakin terasa mencekik. Itulah sebabnya, September ini ribuan driver sepakat untuk menggelar aksi serentak, dengan harapan suara mereka didengar lebih jelas.
Baca Juga : Demo Hari Ini 1 September 2025 | Indonesia Waspada
Tuntutan yang Dibawa
Aksi demo ini bukan sekadar protes tanpa arah. Ada tujuh tuntutan utama yang dibawa massa:
Regulasi transportasi online masuk Prolegnas 2025–2026. Driver menuntut ada payung hukum yang jelas, bukan sekadar aturan turunan yang sering tumpang tindih.
Potongan aplikator maksimal 10%. Saat ini, potongan dianggap terlalu besar dan membuat pendapatan bersih menurun drastis.
Transparansi pemotongan biaya. Driver ingin tahu ke mana sebenarnya dana potongan itu dialokasikan.
Penghapusan sistem “Aceng” dan slot order berbayar. Sistem ini dianggap merugikan karena hanya menguntungkan pihak tertentu.
Aturan tarif lebih manusiawi. Bukan hanya untuk antar penumpang, tapi juga tarif pengantaran barang dan makanan.
Pencopotan pejabat yang dinilai tidak berpihak pada driver. Dalam hal ini, tuntutan ditujukan pada Menteri Perhubungan.
Pengusutan tuntas tragedi 28 Agustus 2025. Dua driver, Affan Kurniawan dan Rusdamdiyansah, kehilangan nyawa dalam insiden demo sebelumnya, dan kasusnya belum selesai.
Luka yang Belum Sembuh
Tragedi akhir Agustus jadi pemicu besar demo kali ini. Kematian dua rekan sesama driver meninggalkan luka mendalam. Banyak komunitas ojol merasa bahwa insiden itu tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Bagi mereka, demo September bukan hanya tentang tarif atau potongan, tapi juga tentang harga diri dan keadilan. Mereka menuntut agar kasus kematian itu diselidiki tuntas, agar tidak ada lagi korban yang jatuh saat memperjuangkan hak.
Strategi Perlawanan Driver
Dalam aksi ini, ribuan driver tidak hanya turun ke jalan. Mereka juga menggunakan strategi lain:
Mogok order. Banyak driver mematikan aplikasi sebagai bentuk boikot, membuat layanan ojol lumpuh sementara di beberapa area.
Konvoi masif. Dengan jumlah besar, konvoi motor hijau terlihat jelas dan sulit diabaikan media maupun pemerintah.
Kekuatan media sosial. Tagar-tagar aksi ramai di Twitter, TikTok, dan Instagram. Video-video solidaritas antar komunitas ojol viral sejak malam sebelum demo.
Reaksi Masyarakat
Bagi pengguna, aksi ini menimbulkan dilema. Di satu sisi, mereka kesulitan mencari transportasi murah dan cepat. Di sisi lain, banyak yang bersimpati dengan tuntutan driver.
Beberapa penumpang bahkan memilih ikut memberi dukungan dengan tidak memesan ojol selama demo berlangsung, sebagai tanda solidaritas. Ada pula yang ikut hadir di lokasi untuk membagikan air mineral dan makanan kepada para driver yang berdemo.
Pemerintah dan Aplikator di Bawah Tekanan
Pemerintah tidak bisa menutup mata. RUU Transportasi Online memang sudah diajukan ke Prolegnas, tapi prosesnya lambat. Banyak pihak menilai, tanpa Perpres atau UU khusus, status driver akan terus abu-abu: di satu sisi disebut “mitra”, di sisi lain diperlakukan seperti pekerja penuh tanpa jaminan.
Aplikator seperti Gojek dan Grab pun jadi sorotan. Driver menuntut transparansi soal potongan, tapi jawaban resmi dari aplikator masih minim. Janji-janji “akan dikaji” dianggap hanya basa-basi.
Risiko dan Potensi Kericuhan
Demo besar selalu punya risiko. Ribuan motor memenuhi jalan utama Jakarta, menyebabkan kemacetan parah. Aparat kepolisian sudah dikerahkan untuk menjaga keamanan, tapi ketegangan tetap terasa.
Driver ojol sudah menegaskan mereka ingin aksi damai. Namun, pengalaman dari demo sebelumnya membuat publik khawatir akan adanya gesekan yang bisa berujung ricuh.
Nasib Driver di Tengah Ketidakpastian
Aksi ini menegaskan satu hal: status driver ojol masih belum jelas. Mereka bukan pegawai tetap, tapi juga bukan sepenuhnya mandiri. Istilah “mitra” sering dipakai aplikator, tapi kenyataannya driver tetap bergantung pada aturan sepihak dari perusahaan.
Pertanyaan besar pun muncul: apakah pemerintah akan mengakui driver ojol sebagai pekerja dengan hak penuh (upah minimum, jaminan sosial, tunjangan), atau tetap membiarkan status “mitra” tanpa kepastian?
Suara dari Jalanan
“Kalau potongan terus di atas 20%, kami nggak bisa hidup layak,” ujar seorang driver yang ikut demo.
“Kami bukan minta enak, cuma minta adil. Tarif naik sedikit, potongan wajar, dan regulasi jelas,” tambah driver lain.
Suara-suara itu bergema di sepanjang konvoi, menunjukkan betapa besarnya kegelisahan yang mereka rasakan.
Dampak Ekonomi Lebih Luas
Demo ini bukan hanya tentang aplikasi transportasi. Ada efek domino yang lebih besar:
UMKM dan restoran online ikut terdampak karena pengantaran makanan terhambat.
Pengguna transportasi umum meningkat drastis, membuat bus dan KRL lebih padat dari biasanya.
Investor asing yang menanam modal di aplikasi ride-hailing mulai melirik regulasi dengan lebih serius, karena stabilitas jadi pertaruhan.
Masa Depan Transportasi Online
Demo September 2025 bisa jadi titik balik besar. Jika pemerintah akhirnya mengesahkan regulasi jelas, status driver bisa lebih terlindungi. Jika tidak, aksi-aksi serupa mungkin akan terus terjadi.
Ojek online bukan lagi sekadar fenomena teknologi. Ia sudah menjadi urat nadi kehidupan kota. Dan ketika nadi itu terganggu, seluruh sistem ikut goyah.
Demo kali ini menunjukkan kekuatan kolektif ribuan driver ojol. Suara mereka tidak bisa lagi diabaikan. Tapi pertanyaannya, apakah pemerintah dan aplikator benar-benar akan menjawab tuntutan itu? Atau justru membiarkan masalah berlarut sampai demo berikutnya kembali pecah?
Satu hal pasti: September 2025 akan tercatat dalam sejarah komunitas ojol sebagai bulan ketika ribuan pengemudi bersatu, tidak hanya untuk mencari nafkah, tapi juga untuk memperjuangkan martabat mereka.