Kenaikan Biaya Operasional Ojol
BBM bersubsidi seperti Pertalite dan telah menjadi andalan sebagian besar pengemudi ojol di Indonesiauntuk menekan biaya operasional. Jika mereka dipaksa menggunakan BBM non-subsidi seperti Pertamax, pengeluaran untuk bahan bakar bisa meningkat signifikan. Pada saat ini, harga Pertalite ini adalah sekitar Rp10.000 per liter, sedangkan Pertamax mencapai Rp14.000 per liter.
Dengan perbedaan harga seperti ini, pengemudi yang menghabiskan 20 liter BBM per minggu harus mengeluarkan tambahan hingga Rp80.000. Biaya tambahan juga akan langsung menggerus pendapatan para pengemudi, yang sebagian besar sudah tergolong rendah. Akibatnya, banyak pengemudi ojol yang kemungkinan besar ini akan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Kenaikan Tarif Layanan
Untuk menutup biaya operasional yang meningkat, ojol mungkin akan menaikkan tarif layanan. Hal ini berpengaruh pada konsumen yang bergantung pada jasa transportasi dan pengiriman ojol. Masyarakat dengan daya beli rendah akan merasakan beban tambahan, terutama mereka yang menggunakan ojol sebagai moda transportasi utama untuk bekerja atau beraktivitas sehari-hari. Kenaikan tarif ini juga berpotensi mengurangi jumlah pengguna layanan ojol, karena konsumen mungkin akan mencari alternatif transportasi lain yang lebih terjangkau, seperti angkutan umum.
Dampak pada Sektor UMKM
Efek lanjutan dari pembatasan ini juga akan dirasakan oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Ada banyak sekali UMKM di Indonesia, khususnya di sektor kuliner, bergantung pada jasa pengiriman makanan dari ojek online (ojol). Jika tarif layanan ojol naik, biaya logistik UMKM pun akan ikut meningkat. Pada akhirnya, harga produk yang mereka jual juga akan naik, yang berpotensi menurunkan daya saing di pasar. UMKM yang sulit beradaptasi dengan kenaikan biaya ini bisa kehilangan pelanggan, sehingga potensi kerugian yang menjadi tak terhindarkan.
Pengurangan Pengemudi Ojol
Bagi sebagian pengemudi ojek online, peningkatan biaya operasional yang sangat signifikan dapat membuat profesi ini tidak lagi layak untuk dijalani. Beberapa mungkin memilih meninggalkan pekerjaan ini dan mencari alternatif lain. Hal ini bisa memengaruhi ekosistem ojol secara keseluruhan, karena pengurangan jumlah pengemudi akan berdampak pada kualitas layanan. Kondisi yang satu ini juga berpotensi untuk meningkatkan angka pengangguran, terutama di kota-kota besar Indosia di mana banyak sekali orang bergantung pada pekerjaan sebagai pengemudi ojol ini.
Gangguan pada Mobilitas Masyarakat
Dengan berkurangnya pengemudi dan kenaikan tarif, mobilitas masyarakat yang mengandalkan ojol akan terganggu. Bagi pekerja atau pelajar yang menggunakan ojol, pengeluaran transportasi bisa menjadi lebih mahal dan memengaruhi anggaran. Gangguan ini tentu berisiko membuat banyak orang beralih menggunakan kendaraan pribadi, yang berpotensi meningkatkan kemacetan.
Efek pada Perekonomian Nasional
Efek domino di sektor transportasi dan UMKM ini sendiri akan berpotensi untuk melemahkan daya beli masyarakat secara keseluruhan. Jika daya beli menurun, konsumsi domestik sebagai salah satu motor penggerak utama perekonomian Indonesia juga akan melambat. Hal yang satu ini juga tentu berlawanan dengan tujuan pemerintah untuk menjaga pertumbuhan ekonomi tetap stabil.
Solusi Alternatif
Daripada melarang ojol menggunakan BBM bersubsidi, pemerintah bisa mempertimbangkan mekanisme lainnya. Salah satu opsinya juga adalah memberikan subsidi kepada pengemudi melalui aplikasi berbasis data. Cara ini dapat memastikan subsidi diterima oleh mereka yang benar-benar membutuhkan tanpa membebani anggaran negara. Langkah lain adalah mempercepat program konversi kendaraan berbahan bakar minyak ke kendaraan listrik. Meski membutuhkan investasi besar, solusi ini tentu mengurangi ketergantungan pada BBM bersubsidi dalam jangka panjang.